Percepat Verifikasi Pulau dan Batas Wilayah, Ditjen Bina Adwil Kemendagri Gelar Rakornas
Jakarta, Bernas Jakarta – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Toponimi dan Batas Wilayah. Acara yang dilaksanakan pada Senin (25/1/2021) itu dilakukan untuk mengoordinasikan penyelenggaraan pembakuan nama rupabumi, khususnya pulau-pulau yang belum memiliki nama dan batas wilayah daerah yang belum terselesaikan. Pasalnya, nama merupakan bagian yang memiliki kontribusi penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Melalui penamaan, kita bisa mengidentifikasi sesuatu hal, baik itu yang berwujud maupun yang abstrak.
Tak hanya itu, Rakornas juga digelar, mengingat pentingnya toponimi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Dirjen Bina Adwil) Kemendagri, Safrizal ZA, percepatan penyelesaian batas daerah dan mendefinitifkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) sangat penting dalam kondisi saat ini.
“Pemerintah sedang memulihkan perekonomian nasional yang terdampak pandemi Covid-19. Salah satu upaya pemulihan melalui kemudahan izin investasi yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Dalam UU itu, diamanatkan soal RTRW yang memang terkait dengan izin investasi di daerah,” ujar Safrizal.
Ditambahkannya, jajarannya mencatat terdapat 979 segmen batas daerah. Dari angka itu, telah diselesaikan 138 segmen batas provinsi (84%) dan 527 segmen kab/kota (64,74%).
“Saat ini terdapat 34 Rancangan Permendagri tentang batas daerah yang sejak Tahun 2019 telah tercapai. Nantinya itu akan diharmonisasi untuk segera ditetapkan dalam Permendagri sebagai acuan dasar penyusunan revisi RTRW,” jelas Safrizal.
Safrizal berjanji pihaknya akan terus mendorong percepatan penyelesaian batas antar daerah sebagai tindak lanjut dari UU Cipta Kerja. Menurutnya, jika penegasan batas daerah masih terkatung-katung sehingga tiap daerah akan berkonflik, hal ini akan menghambat iklim usaha. Terlebih lagi banyak daerah-daerah yang sudah diincar investor, tapi terkendala soal RTRW.
Selain batas wilayah daerah, Rakornas ini juga membahas perlunya percepatan revisi dua Permendagri, yakni Nomor 72 Tahun 2019 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibu Kota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibu Kota, dan Pemindahan Ibu Kota.
“Revisi ini sangat penting, terutama terkait dengan penamaan pulau. Kita belajar dari kasus-kasus yang berkaitan dengan teritori, seperti sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan maupun gugatan teritorial maritim di Laut Cina Selatan, pemberian identitas dan nama menjadi kunci penting,” jelas Safrizal.
Terkait hal itu, di tahun anggaran 2021 ini, Ditjen Adwil akan melakukan verifikasi terhadap 482 data pulau di 13 provinsi (Aceh, Kalbar, Kalsel, Kepri, Sumbar, Sulsel, Sulut, Jatim, Maluku, Maluku Utara, NTT, Papua, dan Papua Barat). “Penamaan dan penegasan batas wilayah juga membantu penetapan batas administrasi untuk mengurangi konflik,” ujarnya.
Rakornas yang diadakan secara virtual pada Senin (25/01/2021) ini dihadiri oleh 256 peserta dari beberapa perwakilan kementerian dan lembaga di antaranya Kementerian ATR/BPN, KKP, Kementerian PUPR dan beberapa perwakilan pemerintah provinsi. Selain itu, rakornas juga dihadiri Tim Penegasan Batas Daerah Pusat yang terdiri dari Badan Informasi Geospasial, Direktorat Topografi TNI AD, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional serta Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut.
Diketahui, dalam kajian disiplin geografi, pengetahuan akan penamaan yang lazim disebut toponimi sangat penting. Pengetahuan toponimi suatu daerah inilah yang menjadi upaya mitigasi bencana alam baik itu banjir, longsor, gempa bumi, tsunami atau bencana lainnya.
Selain itu, toponimi juga sangat penting dalam membangun dan memperjelas wilayah Indonesia. Misalnya terkait dengan penamaan pulau-pulau terluar dan terdepan yang ada di wilayah Indonesia. Saat ini, banyak pulau-pulau kita yang belum bernama dan diklaim atau dihuni oleh orang yang bukan warga negara Indonesia.(rls/br)